Dalam Al-Qur'an ada kisah yang cukup populer tentang ditunjuknya Nabi Adam sebagai khalifah di muka bumi yang lalu disambut dengan "nada protes" para malaikat karena kahwatir bangsa manusia akan berlaku bejat sebagaimana yang sudah-sudah.
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat; “Sesungguhnya Aku hendak jadikan seorang khalifah di bumi.” Mereka bertanya: “Apakah Engkau hendak jadikan di bumi orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan mengkuduskan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku tahu apa yang kamu tidak tahu.” (QS. Al-Baqarah: 30)
Setelah itu Allah mengajarkan kepada Nabi Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. Selanjutnya kemampuan tersebut diperlihatkan kepada para malaikat dengan menguji kapasitas mereka: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kalian mamang benar!"
Malaikat rupanya tak berkutik menjawab tantangan itu. Mereka hanya bisa berkata:
"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Ketika tantangan yang sama diberikan kepada Nabi Adam, beliau dengan lancar menyebut nama-nama benda itu. Di sini Nabi Adam menunjukkan keunggulannya dibanding malaikat yang semula "meremehkannya".
Kenapa Nabi Adam ‘alaihissalam bisa menuntaskan tantangan dari Allah, sementara malaikat tidak? Jawabannya karena ilmu. Dalam kisah tersebut Nabi Adam mendapat karunia pengetahuan atau ilmu dari Allah sementara malaikat tidak.
Dengan demikian, di antara unsur pokok yang membuat manusia unggul adalah ilmu. Ilmu hadir lantaran manusia dianugerahi akal. Itulah alasannya mengapa ilmu tidak dimiliki binatang. Tidak heran bila Rasulullah bersabda bahwa mencari ilmu adalah fardhu bagi tiap Muslim laki-laki dan Muslim perempuan.
Atas keunggulan itu pula Nabi Adam mendapat kemuliaan dari Allah: malaikat dan Iblis diperintahkan bersujud menghormatinya. Malaikat patuh dengan instruksi ini, sedangkan Iblis membelot karena dikuasai nafsu kesombongan.
Iblis pun dikutuk sebagai bagian dari kelompok kafir dan calon penghuni neraka selamanya. Dan Nabi Adam bersama sang istri (Hawa) dipersilakan tinggal dalam kenikmatan surgawi.
Apakah ilmu saja cukup? Ternyata tidak.
Nabi Adam ternyata tak selalu di "posisi atas". Dalam kisah selanjutnya Nabi Adam tampak tidak kuat menahan godaan setan sehingga ia bersama Hawa dikeluarkan dari berbagai kenikmatan itu. Kata Allah:
"Turunlah kalian! Sebagian kalian menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kalian ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan". (QS. Al-Baqarah: 36)
Nabi Adam dan Hawa pun tinggal di bumi. Tak seperti sebelumnya, mereka berdua kini tinggal di bumi yang tidak sempurna, mengandung kesenangan sementara, dan sarat hawa permusuhan antarsesama. Dalam konteks ini, kekhawatiran malaikat bahwa manusia akan membuat kerusakan di dunia dan saling menumpahkan darah, menjadi bermakna.
Setelah peristiwa pernjerumusan oleh setan itu Nabi Adam menerima petunjuk (kalimat) dari Allah, lalu melakukan pertobatan.
"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 37)
Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab ad-Durul Mantsur fit Tafsiril Ma’tsur berdasarkan riwayat dari ath-Thabrani dalam al-Ausath memaparkan, ketika Nabi Adam diusir ke bumi, ia mendatangi Ka'bah lalu shalat dua rakaat. Allah pun memberikan ilham doa berikut ini:
اللّهُمّ إِنّكَ تَعْلَمُ سِرِّيْ وَعَلَانِيَتِيْ فَاقْبَلْ مَعْذِرَتِيْ وَتَعْلَمُ حَاجَتِيْ فَأَعْطِنِيْ سُؤَلِيْ وَتَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذَنْبِيْ. اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيْمَانًا يُبَاشِرُ قَلْبِيْ وَيَقِيْنًا صَادِقًا حَتَّى أَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيْبُنِيْ إِلَّا مَا كَتَبْتَ لِي وَأَرْضِنِيْ بِمَا قَسَّمْتَ لِي
“Ya Allah, sungguh Engkau tahu apa yang tersembunyi dan tampak dariku, karena itu terimalah penyesalanku. Engkau tahu kebutuhanku, maka kabulkanlah permintaanku. Engkau tahu apa yang ada dalam diriku, maka ampunilah dosaku. Ya Allah sungguh aku memohon kepada-Mu iman yang menyentuh kalbuku dan keyakinan yang benar sehingga aku tahu bahwa tidak akan menimpaku kecuali telah Engkau tetapkan atasku. Ya Allah berikanlah rasa rela terhadap apa yang Engkau bagi untuk diriku.”
Allah kemudian menjawab doa Nabi Adam:
“Hai Adam, Aku telah terima taubatmu dan telah Aku ampuni dosamu. Tidak ada seorang pun di antara keturunanmu yang berdoa dengan doa sepertimu kecuali Aku ampuni dosa-dosanya, Aku angkat kesedihan dan kesulitannya, Aku cabut kefakiran dari dirinya, Aku niagakan dia melebihi perniagaan semua saudagar, Aku tundukkan dunia di hadapannya meskipun dia tidak menghendakinya.”
Apa yang bisa kita petik dari peristiwa terakhir ini? Di luar ilmu pengetahuan, manusia membutuhkan petunjuk Allah, ilham atau agama. Benar bahwa ilmu itu penting dan menjadi pembeda antara makhluk yang bernama manusia dan makhluk yang bernama binatang. Tapi, agama jauh lebih penting karena ia menjadi jalan bagi setiap orang untuk berada di fitrah ketuhanan.
Dengan ilmu saja manusia masih bisa tersesat. Bukankah peperangan yang mengorbankan jutaan nyawa manusia, kesewenang-wenangan kekuasaan, korupsi uang rakyat, perusakan alam, atau sejenisnya justru berlangsung dan dikendalikan dengan ilmu? Bukankah banyak pula kecanggihan teknologi sebagai produk kemajuan ilmu pengetahuan melahirkan senjata pembunuh, mesin pengrusak, atau perangkat pemuas keserakahan manusia?
Itulah sisi gelap ilmu pengetahuan, dan agama yang memuat nilai-nilai luhur akan meneranginya. Agama memberikan garis yang jelas tak hanya tentang bagaimana menghamba kepada Allah. Tapi juga manusia memuliakan manusia lainnya dan memuliakan alam sekitarnya. Ilmu pengetahuan tentu bisa sangat bermanfaat, tapi godaan nafsu, ego, keakuan, yang dimiliki manusia bisa melencengkannya ke arah hal-hal yang nista.
Kekhalifahan manusia dengan demikian dibentuk oleh dua unsur pokok, yakni ilmu dan agama atau wahyu.
Semoga kita semua dijaga oleh Allah subhânahu wata‘ala dari kesesatan berpikir dan tindakan melalui cahaya hidayah-Nya yang luas.
Wallahu A'lam
Sumber: Situs PBNU