Suatu hari, Pangeran Diponegoro sedang duduk-duduk dan berbincang-bincang dengan sahabat-sahabatnya, diantaranya; Kyai Mojo (ulama), Pangeran Mangkubumi, dan Pangeran Ngabehi Joyokusumo. Sementara itu, Ali Basya Abdul Muhyi (pejabat) pamit kepada Pangeran Diponegoro untuk berangkat menuju Pabelan dan Wojo, sebab khawatir kalau daerah kekuasaannya itu jika terlalu lama ditinggal nanti akan rusak dan diduduki kembali oleh Belanda, karena daerah itu sering dijadikan incaran oleh tentara Belanda.
Setelah Ali Basya Abdul Muhyi menyampaikan alasan kepulangannya ke daerah tersebut, tiba-tiba Kyai Mojo menertawakan apa yang dikhawatirkan oleh Ali Basya Abdul Muhyi tersebut sambil berkata:
“Wahai Ali Basya, mengurus daerah itu lebih mudah daripada mengurus agama.”
“Lebih susah mengurus daerah daripada mengurus agama” sahut Ali Basya
“Kalau begitu, bagaimana kalau kita bertukar posisi, kamu yang mengurus agama lalu saya yang mengurus daerah” tantang Kyai Mojo
“Saya tidak bisa, karena saya bukan ahli agama (ulama)” jawab Ali Basya
Kyai Mojo semakin marah
“Bagaimana menurut Pangeran Ngabehi, apakah itu betul, mengurus daerah itu lebih susah daripada mengurus agama?” tanya Kyai Mojo kepada Pangeran Ngabehi
“Menurut pendapat saya, Kyai Mojo, kedua-duanya sama pentingnya namun tergantung siapa yang mengurus”. jelas Pangeran Ngabehi
Akan tetapi Kyai Mojo malah semakin marah, sebab ia salah paham dalam menanggapi jawaban Pangeran Ngabehi.
“Kalau begitu, tidak ada gunanya peperangan kita selama ini, hal ini pasti akan mendapat kemarahan dari Allah, karena peperangan ini hanya ingin memperebutkan daerah (wilayah)” jelas Kyai Mojo
|
Makam Kyai Mojo di Minahasa, Sulut |
Mendengar perdebatan sengit antara Kyai Mojo dengan Ali Basya Abdul Muhyi tentang lebih penting mana antara mengurus agama dengan mengurus daerah, Pangeran Diponegoro hanya tersenyum dan berkata dengan bijak, “Perdebatan ini tidak akan menghasilkan apa-apa, justru seperti itulah ibarat badan tanpa nyawa. Apa artinya kalau badan tanpa nyawa?. Nyawa itu tidak terlihat tetapi ia sangat nyata.”
Pangeran Diponegoro melerai perdebatan antara Kyai Mojo (ulama) dengan Ali Basya Abdul Muhyi (pejabat) dengan mengibaratkan antara badan dan nyawa. Beliau menyatakan bahwa kedua-duanya sama pentingnya. Beliau mengibaratkan, lebih penting mana antara badan atau nyawa?.
Setelah mendengar penjelasan bijak dari Pangeran Diponegoro, semua yang mendengar terdiam tak bisa berkata-kata lagi.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi
Disarikan dari penjelasan Roni Sodewo (Keturunan Pangeran Diponegoro)
Sumber: Babad Diponegoro karya Pangeran Diponegoro yang ditulis dengan tulisan Arab Pegon
ADS HERE !!!