Pangeran Ngabehi Joyokusumo atau Pangeran Joyokusumo adalah orang terdekatnya Pangeran Diponegoro di samping sebagai salah satu paman beliau. Karena ia adalah adik kandung ayahnya (Sultan Hamengkubowono ke-3). Di dalam Babad Diponegoro, Pangeran Joyokusumo sering disebut-sebut oleh Pangeran Diponegoro. Tidaklah mengherankan, karena sejak kecil hingga dewasa Pangeran Diponegoro telah diasuh, dirawat, dibantu, dan dijaga oleh Pangeran Joyokusumo.
Pangeran Joyokusumo adalah salah satu prajurit militer yang berpengalaman. Ia pernah ikut dalam perang antara Inggris dengan Kraton Yogyakarta. Dalam perang itu, bangunan Kraton mengalami kerusakan berat dan banjir darah dimana-mana hingga akhirnya Kraton Yogyakarta dikalahkan oleh Inggris. Dan waktu itu Kraton Yogyakarta mengalami kebangkrutan yang luar biasa, sebab harta benda Kraton dirampas habis oleh Inggris.
Dalam perang Jawa, Pangeran Joyokusumo membantu Pangeran Diponegoro dalam menghadapi Belanda. Sebab, ia sudah berpengalaman saat ia ikut dalam peperangan antara Kraton Yogyakarta dengan Inggris.
Suatu hari, Pangeran Diponegoro duduk di bawah pohon asam, bersamanya ada; Raden Adipati, Basya Prawirodirjo, Basya Sumonegoro, Basya Prawirokusumo, Pangeran Suryowijoyo, Pangeran Dipokusumo, Pangeran Abdurrahim, dan prajurit yang lain. Saat itu Pangeran Diponegoro tidak melihat Pangeran Joyokusumo dan putranya. Lalu Pangeran Diponegoro bertanya pada mereka, “Paman saya tidak terlihat, kemana perginya?”. Mereka semua tidak mau menjawab, hanya diam tak berkata-kata.
Kemudian Pangeran Diponegoro marah karena mereka hanya diam saja. Tiba-tiba Pangeran Diponegoro teringat sebelumnya saat dalam perjalanan, beliau mendengar ada suara letusan-letusan tembakan sangat ramai. Dan kemudian pamannya tidak tampak bersamanya. Pangeran Diponegoro merasa heran mengapa mereka semua tidak cerita tentang keberadaan pamannya.
Selanjutnya, majulah Raden Sindorejo seraya berkata, “Paman engkau telah wafat bersama dua putranya”. Lalu Pangeran Diponegoro duduk terdiam dalam kesedihan, air matanya menetes, ia merasa terpukul, seakan-akan ia merasa tinggal sendirian di tanah Jawa karena sekarang ia tidak punya siapa-siapa lagi, sebab pamannya itu adalah satu-satunya sesepuh (orangtua) yang masih mendampingi Pangeran Diponegoro pada saat itu. Dan sekarang ia telah gugur, Pangeran Diponegoro merasa sedih yang luar biasa karena ia merasa tidak bisa menata dan merasa tidak bisa melakukan apapun tanpa dukungan pamannya itu.
Kemudian Pangeran Diponegoro mengambil kuda dan akan berangkat mengambil jenazah paman dan kedua putranya, tetapi sebelum berangkat Raden Sindorejo menyampaikan bahwa jenazah paman dan kedua putranya sudah dimakamkan. Para prajurit juga menyampaikan, bahwa paman dan kedua putranya gugur mengenaskan saat perang melawan Belanda di daerah Sangiran (Kalirejo). Kepala paman dan kedua putranya dipenggal oleh tentara Belanda, setelah itu badan ketiganya dipotong-potong. Pangeran Diponegoro kembali terdiam sedih dengan keadaan jenazah paman dan kedua putranya itu.
|
Makam Banyusumurup (tampak depan) |
|
Makam Banyusumurup (tampak dalam) |
Diceritakan, bahwa badan paman dan kedua putranya dimakamkan di dusun Sengir, desa Kalirejo, kecamatan Kokap, kabupaten Kulonprogo sedangkan kepala ketiganya diserahkan kepada Keraton dan dimakamkan di Banyusumurup. Perlu diketahui, waktu itu pemerintahan Keraton Yogyakarta bersekutu dengan Belanda. Banyusumurup adalah makam yang dikhususkan bagi orang-orang yang dianggap memberontak pada pemerintahan Keraton.
Selanjutnya, Pangeran Diponegoro bersama para pengikutnya berangkat menuju tempat kejadian peperangan dan pemakaman badan paman dan kedua putranya. Ternyata benar, bahwa badan paman dan kedua putranya sudah dimakamkan. Pangeran Diponegoro membutuhkan waktu satu malam untuk sampai pada tempat itu.
Pangeran Joyokusumo bukan hanya sebagai paman Pangeran Diponegoro, tetapi juga sebagai ahli strategi perangnya serta sebagai besannya. Sebab, RM. Joyokusumo (putra Pangeran Joyokusumo) menikah dengan putri keempatnya. Jadi, tidaklah mengherankan jika Pangeran Diponegoro merasa sangat kehilangan sosok pamannya itu.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi
Disarikan dari keterangan Roni Sodewo (Keturunan Pangeran Diponegoro)
Sumber: Babad Diponegoro karya Pangeran Diponegoro yang ditulis dengan tulisan Arab Pegon
ADS HERE !!!