Syekh Zakariya al-Anshari, adalah ulama yang memiliki umur panjang, sampai 126 tahun, sampai hampir semua ulama pada masa itu berguru kepada beliau. Syekh Zakariya al-Anshari, ketika pada masa-masa uzur, penglihatannya mulai rabun. Walaupun dalam keadaan tidak bisa melihat, beliau tetap mengajar, termasuk yang dibaca adalah kitab tafsir Imam al-Baidhawi. Caranya bagaimana, tidak bisa melihat tapi bisa membaca?. Muridnya yang disuruh untuk membacakan. Kitab Tafsir Imam al-Baidhawi tersebut yang kemudian oleh beliau disyarahi. Bayangkan, beliau sudah rabun tapi masih menghasilkan ilmu. Itu bukti jika belajar dan berusaha dengan sungguh-sungguh akan melahirkan karya yang luar biasa.
Belajar dan mengajar dengan sungguh-sungguh tersebut, seperti yang dilakukan oleh nabi kepada para sahabat. Ada santrinya yang bernama Abu Hurairah yang tidak bisa baca tulis, andalannya hanya menghafal, lalu Abu Hurairah curhat kepada nabi, “Nabi, saya sudah mengaji kepada Anda sejak masuk Islam, banyak hadits yang saya hafal tapi sekarang saya sudah lupa”. Abu Hurairah masuk Islam pada tahun ke-7 Hijriyah, dan Nabi wafat tahun ke-11 Hijriyah. Jadi, Abu Hurairah nyantri kepada Nabi hanya tiga tahun, tapi riwayat haditsnya paling banyak.
Suatu ketika Ibnu Umar pernah mendengar hadits dari Abu Hurairah, “Barangsiapa yang takziyah kepada jenazah sebelum dimakamkan maka mendapat satu qirath, barangsiapa yang menangi penguburannya maka mendapat dua qirath”. Ibnu Umar meragukan hadits ini, sehingga dichek kesahihannya kepada Sayyidah Aisyah, oleh Sayyidah Aisyah hadits itu dibenarkan adanya.
Nah, Abu Hurairah karena merasa dicurigai oleh Ibnu Umar, kemudian menyatakan, “Memang benar saya ini hanya nyantri dengan Nabi selama 3 tahun, tapi ketika saya telah masuk Islam saya tidak pernah pisah dengan Nabi, ibaratnya seperti “yaduhu fi yadihi”, dan saya pernah berkata kepada Nabi bahwa semenjak saya masuk Islam, saya mengaji kepada beliau, banyak hadits yang telah saya hafal, tapi kemudian hilang dan lupa. Lalu Nabi memerintahkan kepada saya untuk melentangkan serban, kemudian beliau mengambil sesuatu dalam genggamannya dan dimasukan ke dalam serban, kemudian beliau perintah agar sesuatu yang beliau ambil itu diletakkan di badanku. Sejak saat itu aku tidak pernah lupa hadits-hadits Nabi”.
Jadi, kecerdasan Abu Hurairah bukan karena beliau cerdas, melainkan karena barokahnya Nabi. Jadi cerdas yang di dalam kitab “alala”, itu sebenarnya ada dua, yaitu cerdas karena memang memiliki kecerdasan sejak lahir, ada yang cerdas di kemudian hari karena mendapat barokah seperti Abu Hurairah. Oleh karena itu, wisudawan yang tadi tidak berprestasi jangan putus asa, karena ada orang yang cerdasnya tidak gawan, seperti Abu Hurairah.
Pernah suatu ketika Zaid bin Tsabid belajar bersama dengan Abu Hurairah, kemudian beberapa saat datang Rasulullah, dan beliau berkata, “Berdoalah kalian berdua, aku yang akan mengamininya”. Berdoalah Zaid bin Tsabit, dan kemudian Abu Hurairah. Ketika Abu Hurairah ditanya oleh Nabi, “Apa yang kamu minta Ya Abu Hurairah?”. Abu Hurairah menjawab, “Aku berdoa, sama dengan apa yang diminta oleh Zaid, kemudian aku meminta ‘ilman la yunsa’”. Jadi yang diminta oleh Abu Hurairah adalah ilmu yang tidak bisa dia lupa.
Ibnu Umar pernah berkata tentang Abu Hurairah, “Abu Hurairah itu ilmunya banyak, karena tidak pernah berpisah dengan Nabi, ibarat ‘Yaduhu fi yadihi’ selama 3,5 tahun nyantri kepada Nabi, sehingga memiliki hadits paling banyak”.
|
Makam Abu Hurairah |
Ada lagi santrinya Nabi, yaitu Abdullah bin Mas’ud, yang memiliki metode belajar ngaji dan khidmah. Dimanapun ada Nabi, disitu pasti ada Abdullah bin Mas’ud yang berkhidmah kepada Nabi. Beliau memiliki kebiasaan mebawakan sandal Nabi, sehingga memilki julukan “Shohibu Naklai Rosul” atau pemilik sandal Rasul, dan “Shohibu Sirri Rasul” yang artinya pemilik rahasia Nabi. Abdullah bin Mas’ud ini yang mengamalkan dawuh “Barokatul ilmi fil khidmah” yaitu barokahnya ilmu di dalam berkhidmah.
Para wali santri kalau melihat anaknya di pondok sedang roan nyapu jangan kecewa, seharusnya malah bahagia. Para santri jangan malas-malasan kalau disuruh roan, karena barokahnya ilmu itu, di dalam pengabdian. Seperti yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, yang menerapkan Khidmah sebagai bagian dari metode pendidikan. Jadi kalau ada anak-anak santri roan, seharusnya orang tua bangga, karena anak sedang menyelami proses metode pendidikan ala pesantren.
Wallahu A’lam
Sumber: Ceramah KH.DR. Abdul Ghafur Maimun