“Ayah saya bercerita bahwa KH. Wahid Hasyim pernah bertemu dengan Mama Cibaduyut (panggilan populer untuk Mama Ajengan KH. Zarkasyi, ulama asal Bandung,” ungkap Habib Syarif Al-Aydrus menceritakan kisah ayahnya Habib Utsman Al-Aydrus Bandung (Rais Syuriyah PWNU Jawa Barat 1960-1970), pada diskusi menelisik sejarah NU Kota di Bandung yang digelar PCNU Kota Bandung, pertengahan bulan lalu.
Kedua kiai itu, menurut Habib Syarif, jarang bertemu, tapi mereka saling mengetahui bahwa KH. Wahid Hasyim sering berpuasa. Begitupun sebaliknya. Saat bertamu ke rumahnya, Mama Cibaduyut berbuka puasa demi menghormati Kiai Wahid Hasyim. Begitu juga sebaliknya.
“Tujuh tahun sebelum wafatnya, Kiai Wahid Hasyim tidak berhenti puasa,” ungkap Habib Syarif yang pernah jadi Ketua PWNU Jawa Barat pada masa KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Ketua Umum PBNU.
Apa yang diungkapkan Habib Syarif senada dengan apa yang diungkapkan putra KH. Wahid Hasyim, KH. Salahuddin Wahid, yang dimuat edisi khusus KH. Wahid Hasyim di majalah Tempo 24 April 2011.
Tujuh tahun menjelang wafatnya, berarti KH. Wahid Hasyim melakukan itu sejak tahun 1946 hingga 1953. Kebiasaan itu berarti pula dimulai setahun sebelum wafat ayahandanya, Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari. Kiai Wahid Hasyim wafat di Cimindi, Bandung, pada sebuah perjalanan Jakarta-Sumedang, untuk urusan NU. Jika merujuk buku Nakhoda Nahdliyin, Biografi, Rais Aam Syuriyah dan Ketua Umum Tanfidziyah PBNU sejak 1926 hingga sekarang, berarti baru setahun ia menjadi Ketua Umum PBNU, menggantikan KH. Nachrowi Thohir.
Sebagaimana dikemukakan Habib Utsman dan Gus Solah, KH. Wahid Hasyim berpuasa tanpa putus, kecuali pada hari-hari yang memang diharamkan secara syariat seperti hari raya dan hari tasyrik. Meskipun lupa sahur, KH. Wahid Hasyim tetap berpuasa dan tidak tampak kelihatan lesu.
Ada cerita lain terkait puasa Kiai Wahid Hasyim yang dikemukakan salah seorang putrinya, yaitu Lily Wahid. Cerita tersebut, sebagaimana dikemukakan Tempo, didapatkan Lily dari ibunya, Nyai Solehah.
Suatu ketika, selagi Kiai Wahid Hasyim berpuasa, ia dan istrinya bertamu ke rumah seorang menteri. Kiai Wahid Hasyim tak menolak ajakan shahibul bait (tuan rumah) untuk makan bersama. Sambil berbicara Kiai Wahid Hasyim tampak mengunyah. Padahal makanannya sudah dipindahkan ke piring istrinya ketika tuan rumah lengah.
|
Keluarga Kiai Wahid Hasyim |
Di bagian lain liputan Tempo itu menceritakan pengakuan seorang abdi dalem selama 32 tahun di kediaman Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari, yaitu KH. Imam Tauhid. Menurut KH. Imam Tauhid, Kiai Wahid Hasyim telah melatih dirinya berpuasa sejak masih remaja, yaitu 12 tahun.
“Makan hanya sayuran, tempe tahu jarang, ikan sama sekali tidak pernah. Tiap malam ia selalu melakukan tahajud,” katanya.
Menurut KH. Salahuddin Wahid, dari seringnya berpuasa tersebut, membentuk ayahnya menjadi seorang yang memiliki karakter yang disiplin, penuh keramahan, dan kesabaran, dan berlaku adil.
Gus Solah menceritakan, Kiai Wahid Hasyim pernah menegur istrinya, Nyai Solehah karena menolak memberi tumpangan kepada seorang anggota konstituante yang menyudutkannya dalam persidangan.
“Urusan pekerjaan dan pribadi tak bisa dicampur aduk. Itu lain urusannya,” ungkap Gus Solah menirukan ungkapan ayahnya kepada ibunya.
Karena watak yang digembleng dirinya sendiri dan tentu keluarganya, dalam usia relatif muda, ia telah menjadi tokoh nasional. Ia menjadi orang termuda pada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersama Soekarno dan Mohammad Hatta dan tokoh lainnya. Ia juga menjadi orang yang pertama dalam usia muda menjadi pemimpin umat Islam Indonesia mewadahi 13 organisasi massa Islam di Indonesia yaitu di Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI).
Sumber: Situs PBNU