Abdullah bin Ubay bin Salul dikenal sebagai gembong kaum munafik. Dia begitu dengki dan membeci Nabi Muhammad karena menganggapnya sebagai penghalang dirinya untuk menjadi penguasa Madinah. Iya, semula Abdullah bin Ubay direncanakan akan diangkat sebagai tokoh dan penguasa Madinah karena menjadi salah satu tokoh yang berhasil meredam ketegangan antara kabilah Aus dan Khazraj.
Namun setelah Nabi Muhammad datang ke Madinah, pengaruh Abdullah bin Salul menjadi pudar. Hingga akhirnya Nabi-lah yang menjadi pemimpin Kota Madinah. Karena itulah, Abdullah bin Ubay menaruh kebencian dan kedengkian terhadap Nabi Muhammad
Abdullah bin Ubay kemudian masuk Islam, sebagaimana kabilah Aus dan kabilah Khazraj lainnya, setelah Nabi Muhammad tiba di Madinah. Namun, dia hanya berpura-pura menjadi pengikut Nabi Muhammad. Sejatinya, dia memendam kebencian dan permusuhan terhadap Nabi. Tidak seperti umumnya musuh Nabi, seperti keterangan dalam buku Para Penentang Muhammad saw. (Misran dan Armansyah, 2018), Abdullah bin Ubay memusuhi Nabi Muhammad dengan cara-cara halus dan konspiratif. Ia kerap kali menghasut, memfitnah, dan mengadu domba antara satu sahabat dengan yang lainnya –bahkan dengan Nabi Muhammad sendiri.
Diantara bukti kemunafikan Abdullah bin Ubay adalah melakukan propaganda dan mengajak mundur 300 pasukan diri dari pasukan Nabi Muhammad saat Perang Uhud, menyebarkan fitnah keji bahwa Sayyidah Aisyah telah melakukan serong dengan Shafwan (hadits al-ifki), berkonspirasi untuk membunuh Nabi Muhammad dalam Perang Dzatu Riqa, memerintahkan budaknya untuk melacurkan diri, dan lainnya.
Kisah Abdullah bin Ubay berbeda dengan anak-anaknya. Mereka semua masuk Islam dan menjadi sahabat Nabi Muhammad yang setia. Hubab atau Abdullah adalah salah satu anak Abdullah bin Ubay yang paling menonjol. Ia ikut dalam Perang Badar, Uhud, dan lainnya.
Suatu ketika Hubab atau Abdullah sangat kesal dengan kemunafikan bapaknya, Abdullah bin Ubay. Sehingga Hubab atau Abdullah meminta izin Rasulullah untuk memenggal kepala bapaknya itu. Namun, Rasulullah melarangnya dan menyuruh Hubab atau Abdullah untuk tetap berbuat baik kepada bapaknya.
“Kalau engkau bermaksud membunuhnya, maka perintahkanlah aku yang melakukannya, nanti kuantar kepalanya kepadamu,” kata Hubab atau Abdullah.
“Tidak, kita akan tetap bergaul baik dengannya selama dia masih hidup bersama kita,” jawab Nabi Muhammad.
Dalam kesempatan lain, merujuk buku Membaca Sirah Nabi Muhammad Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), Abdullah bin Ubay menyebarkan propagranda dan api kebencian terhadap kaum Muhajir di hadapan kelompoknya. Kata Abdullah bin Ubay, kaum Muhajir telah membenci penduduk Madinah dan banyak dari mereka yang bermukim di Kota Madinah.
“Demi Allah, kita dengan mereka tidak lain kecuali seperti ungkapan, ‘Engkau menggemukkan anjingmu, lalu dia menerkammu.’ Demi Allah, kalau kita kembali ke Madinah, pastilah orang-orang mulia akan mengusir orang-orang hina,” kata Abdullah bin Salul kepada kelompoknya.
Perkataan Abdullah bin Ubay itu didengar Zaid bin Arqam. Zaid kemudian menyampaikan informasi itu kepada pamannya, dan pamannya melanjutkannya kepada Nabi Muhammad. Mendengar hal itu, Sayyidina Umar bin Khattab yang saat itu bersama Nabi Muhammad meminta izin agar diperbolehkan membunuh Abdullah bin Ubay. Nabi menolak permintaan Sayyidina Umar tersebut.
“Bagaimana kalau orang berkata ‘Muhammad membunuh sahabatnya?’ Tidak,” kata Nabi Muhammad menjawab permintaan Sayyidina Umar.
Abdullah bin Ubay kemudian datang menghadap Nabi Muhammad, setelah mendengar bahwa Nabi mengetahui ucapannya itu. Ia mengelak telah mengucapkan hal demikian. Di hadapan Nabi, Abdullah bin Ubay bahkan bersumpah bahwa dirinya tidak pernah mengucapkan hal itu. Ia berdalih, Zaid lah yang salah dengar ucapannya.
Tidak lama setelah kejadian itu, Nabi Muhammad menerima wahyu Al-Qur’an Surat al-Munafiqun ayat 8-10. Dengan turunnya ayat ini, maka Allah membenarkan kabar yang disampaikan Zaid bin Arqam dan menunjukkan kemunafikan Abdullah bin Ubay.
Sumber: Situs PBNU