Kisah ini saya jumpai dalam al-Muwattha’, kitab kumpulan hadits yang disusun oleh Imam Malik (w. 179 H), pendiri mazhab Maliki.
Oleh sebagian ulama, kitab ini dianggap lebih sahih dan lebih tinggi kedudukannya dibanding dua karya lain yang jauh lebih populer: Sahih Bukhari dan Muslim.
Kisah ini berkenaan dengan sahabat Anshar yang utama, dan dikenal sebagai ahli pemanah. Ia termasuk dalam rombongan sahabat Anshar dari Madinah yang menyaksikan dan terlibat dalam peristiwa penting yang disebut “Bai’at al-‘Aqabah” yang kedua.
Ia bernama Abu Talhah al-Ansari. Nama aslinya sendiri adalah Zaid. Sementara, Abu Talhah adalah nama kun-yah, yakni nama yang biasa dimulai dengan “Abu”, “Ummu”, “Ibnu”, atau “Bintu” (Secara harafiah: Bapaknya, Ibunya, atau Anaknya Si Fulan). Dalam tradisi masyarakat Arab, nama kun-yah kadang lebih populer dibanding nama asli.
Suatu hari, Abu Talhah shalat di sebuah “ha’ith” (kebun kurma yang dipagari di sekeliling) miliknya. Di tengah-tengah shalat, datanglah burung merpati (dalam hadis disebut sebagai “al-dubsi”, الدبسى). Burung itu terbang ke berbagai sudut kebun, seperti kebingungan mencari jalan keluar menuju ke alam bebas.
Merpati itu menarik perhatian Abu Talhah. Ia mengikuti merpati itu, terbang kesana-kemari, dengan matanya. Sejurus kemudian, ia sadar bahwa ia sedang shalat, lalu berusaha memusatkan perhatiannya kembali. Tetapi Abu Talhah lupa, berapa rakaat yang telah ia selesaikan. Tentu saja, gara-gara merpati itu.
Usai shalat, Abu Talhah mendatangi Nabi, menceritakan peristiwa shalat dan hilang konsentrasi gara-gara merpati itu. “Wahai Nabi, saya terfitnah oleh harta saya. Apa yang harus aku lakukan?” kata Abu Talhah.
“Sedekahkan saja hartamu itu dan berikan kepada siapapun yang engkau suka,” jawab Kanjeng Nabi.
“Lesson learned” dari kisah ini: Pertama, jika harta menimbulkan fitnah, membuat kita terikat kepadanya, dan lupa pada tugas utama dalam hidup, yaitu ibadah kepada Tuhan, sebaiknya dilepas saja, disedekahkan.
Kedua, beragama di era sahabat itu tidak se-ekstrem yang kita bayangkan. Para sahabat itu juga manusia biasa. Ada sahabat yang shalat, melihat burung, lalu lengah, seperti kisah Abu Talhah ini.
Abu Talhah meninggal dalam usia yang cukup sepuh, sekitar 70 tahun, pada masa khalifah ketiga, Utsman bin Affan.
Ada kisah kecil lain yang menarik tentang sahabat yang satu ini. Nabi pernah bercukur dan memberikan rambut dari separuh kepala kepada para sahabat, untuk dibagi-bagi. Kemudian memberikan rambut dari separuh kepala beliau yang lain kepada Abu Talhah. Ini menandakan “respect” Nabi yang besar kepadanya.
Dalam “Siyar A’lam al-Nubala’” karya Imam al-Zahabi (w. 748 H) disebutkan bahwa ada sekitar dua puluh sekian hadits yang diriwayatkan oleh Abu Talhah dan termuat di beberapa kitab koleksi hadits yang populer, termasuk Sahih Bukhari dan Muslim.
Dengan kata lain, Abu Talhah termasuk dalam kategori “al-muqillun min al-riwayah”; yakni, sahabat yang meriwayatkan sedikit hadis dari Kanjeng Nabi.
Penulis: Gus Ulil Abshar Abdalla
Sumber: bangkitmedia.com